Selasa, 06 Mei 2014

Pengenalan Cara-Cara Pemberian Obat


ACARA I
PENGENALAN CARA-CARA PEMBERIAN OBAT

I.                   TUJUAN
Mahasiswa mengenal dan mampu mempraktekkan berbagai cara pemberian obat ke hewan uji.

II.                DASAR TEORI
Hewan uji dalam eksperimen farmakologi.Hewan percobaan tidak ternilai harganya dalam merintis jalan untuk memperbaiki kesehatan manusia.Dalam praktikum farmakologi ini, percobaan dilakukan terhadap hewan hidup, Karenna itu harus digarap dengan penuh kemanusiaan.Perlakuan yang tidak wajar terhadap hewan percobaan dapat menimbulkan penyimpangan-penyimpangan (Singagerda, 2009).
Mencit adalah binatang asli Asia, India, dan Eropa Barat.Jenis ini sekarang ditemukan di seluruh dunia karena pengenalan oleh manusia.Mencit peliharaan memiliki periode kegiatan selama siang dan malam.Tikus memakan makanan manusia dan barang-barang rumah tangga.Mencit (Mus musculus) adalah anggot(tikus-tikusan) yang berukuran kecil. Mencit mudah dijumpai di rumah-rumah dan dikenal sebagai hewan pengganggu karena kebiasaannya menggigiti dan barang-barang kecil lainnya, serta bersarang di sudut-sudut lemari.Hewan ini diduga sebagaiterbanyak kedua di dunia, setelah.Mencit sangat mudah menyesuaikan diri dengan perubahan yang dibuat manusia, bahkan jumlahnya yang hidup liar di hutan barangkali lebih sedikit daripada yang tinggal di perkotaan.Mencit kadang-kadang disimpan sebagai hewan peliharaan dan mewah.Namun, sebagian besar tikus diperoleh dari peternak hewan laboratorium untuk digunakan dalam penelitian biomedis, pengujian, dan pendidikan.Bahkan, tujuh puluh persen dari semua hewan yang digunakan dalam kegiatan biomedis tikus. Melebihi dari 1000 saham dan strain tikus telah dikembangkan, serta ratusan mutan saham yang digunakan sebagai model penyakit manusia. Dalam hal genetika, mouse adalah mamalia dicirikan paling lengkap (Anonim, 2011).
Struktur dan fungsi gena pada mencit dan manusia biasanya serupa, dan penelitian-penelitian pada mencit dapat memberikan pemahaman mengenai penyakit pada manusia(Harison, 2008 )
Karakteristik utama mencit adalah dalam laboratorium mudah ditangani, ia bersifat penakut, fotofobik, cenderung berkumpul sesamanya, mempunyai kecenderungan untuk bersembunyi dan lebih aktif pada malam hari, kehadiran manusia akan menghambat mencit, suhu tubuh normal (37,8oC). Laju respirasi normal 163 tiap menit(Singagerda, 2009).
Cara memperlakukan mencit adalah sebagai berikut, Mencit diangkat dengan memegangnya pada ujung ekornya dengan tangan kanan, dan dibiarkan menjangkau kawat kandang dengan kaki depannya.Dengan tangan kiri, kulit, tengkuknya dijepit diantara telunjuk dan ibu jari. Kemudian ekornya dipindahkan dari tangan kanan ke antara jari manis dan jari kelingking tangan kiri, hingga mencit cukup erat dipegang. Pemberian obat dapat dimulai(Singagerda, 2009).
·                     Rute Penggunaan Obat
Rute pemberian obat ( Routes of Administration ) merupakan salah satu faktnr yang mempengaruhi efek obat, karena karakteristik lingkungan fisiologis anatomi dan biokimia yang berbeda pada daerah kontak obat dan tubuh karakteristik ini berbeda karena jumlah suplai darah yang berbeda; enzim-enzim dan getah-getah fisiologis yang terdapat di lingkungan tersebut berbeda. Hal-hal ini menyebabkan bahwa jumlah obat yang dapat mencapai lokasi kerjanya dalam waktu tertentu akan berbeda, tergantung dari rute pemberian obat (Katzug, B.G, 1989).
Memilih rute penggunaan obat tergantung dari tujuan terapi, sifat obatnya serta kondisi pasien. Oleh sebab itu perlu mempertimbangkan masalah-masalah seperti berikut:
a. tujuan terapi mengkehendaki efek lokal atau efek sistemik
b. apakah kerja awal obat yang dikehendaki itu cepat atau masa kerjanya lama
c. stabilitas obat di dalam lambung dan atau usus
d. keamanan relatif dalam penggunaan melalui bermacam-macam rute
e. rute yang tepat dan menyenangkan bagi pasien dan dokter
f. kemampuan pasien menelan obat melelui oral                     (Anief, M., 1994)
Bentuk sediaan obat yang diberikan akan mempengaruhi kecepatan dan efek terapi/obat. Bentuk sediaan obat dapat memberi efek obat secara lokal atau sistemik. Efek sistemik diperoleh jika obat beredar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah, sedangkan efek lokal adalah efek obat yang hanya berkerja setempat misalnya salep (Anief, M., 1994).
Efek sistemik dapat diperoleh dengan cara : oral melalui saluran gastrointestinal atau rektal, parenteral dengan cara intravena, intramuskular dan subkutan, inhalasi langsung ke dalam paru-paru(Anief, M., 1994).
Efek lokal dapat diperoleh dengan cara:
  1. intraokular, intranasal, aural, dengan jalan diteteskan pada mata, hidung, telinga
  2. intrarespiratoral, berupa gas masuk paru-paru
  3. rektal, uretral, dan vaginal dengan jalan dimasukkan ke dalam dubur, saluran kencing dan kemaluan wanita, obat melelh atau larut pada keringat badan atau larut dalam cairan badan                                                    (Anief, M., 1994)
Rute penggunaan obat dapat dengan cara:
  1. melalui rute oral
  2. melalui rute parenteral
  3. melalui rute inhalasi
  4. melalui rute membran mukosa seperti mata, hidung, telinga, vagina dan sebagainya
  5. melalui rute kulit                                             (Anief, M., 1994)
Cara pemberian obat melalui oral (mulut), sublingual (bawah lidah), rektal (dubur) dan parenteral tertentu, seperti melalui intradermal, intramuskular, subkutan, dan intraperitonial, melibatkan proses penyerapan obat yang berbeda-beda. Pemberian secara parenteral yang lain, seperti melalui intravena, intra-arteri, intraspinal dan intraseberal, tidak melibatkan proses penyerapan, obat langsung masuk ke peredaran darah dan kemudian menuju sisi reseptor (receptor site) cara pemberian yang lain adalah inhalasi melalui hidung dan secara setempat melalui kulit atau mata. Proses penyerapan dasar penting dalam menentukan aktifitas farmakologis obat. Kegagalan atau kehilangan obat selama proses penyerapan akan memperngaruhi aktifitas obat dan menyebabkan kegagalan pengobatan ( Siswandono dan Soekardjo, B., 1995).
III. ALAT BAHAN
·         Alat yang digunakan:
1. spuit injeksi 1 ml     1 buah
2. jarum sonde 5 ml     1 buah
3. handscone               sepasang
4. masker                     1 buah
5. cawan porselin        1 buah
·         Bahan yang digunakan:
1. garam fisiologis NaCl 0,9%            2 ml
2. mencit                                             4 ekor
III. CARA KERJA
                     - Pemberian peroral                               - Pemberian subkutan
melalui
secara
berisi
di suntik
mencit
Spuit jarum
Garam fisiologis NaCl 0.25 ml
Kulit tengkuk
Sub kutan
melalui
secara
berisi
di suntik
mencit
Spuit jarum sonde
Garam fisiologis NaCl 0.5 ml
Rongga mulut
peroral
                  










                                                                  


melalui
secara
berisi
di suntik
mencit
Spuit jarum
Garam fisiologis NaCl 0.5 ml
Jaringan perut
Intra peritonial
melalui
secara
berisi
di suntik
mencit
Spuit jarum
Garam fisiologis NaCl 0.25 ml
Jaringan paha
Intra muscular
-pemberian intra muscular                - pemberian intra peritonial











IV.             HASIL
CARA PEMBERIAN
TEMPAT PEMBERIAN
VOLUME PEMBERIAN (ml)
KETERANGAN
Peroral
Rongga mulut
0.5
Berhasil
Sub kutan
Kulit tengkuk
0.25
Berhasil
Intra muscular
Jaringan paha
0.25
Berhasil
Intra peritonial
Jaringan perut
0.5
Berhasil

V. PEMBAHASAN
            Pada praktikum kali ini yaitu Pengenalan Cara-Cara Pemberian Obat, hewan uji yang digunakan adalah mencit. Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengenal dan mampu mempraktekkan berbagai cara pemberian obat ke hewan uji. Rute pemberian obat yang dilakukan antara lain adalah per oral, sub kutan, intra peritoneal dan intra muskular.
Pada percobaan ini mempalajari tentang rute-rute pemberian obat dan pengaruh cara pemberian obat terhadap absorpsi obat dalam tubuh. Pada dasarnya rute pemberian obat menentukan jumlah dan kecepatan obat yang masuk kedalam tubuh, sehingga merupakan penentu keberhasilan terapi atau kemungkinan timbulnya efek yang merugikan.Dalam hal ini, alat uji yang digunakan adalah tubuh hewan (uji  in vivo). Pada percobaan ini digunakan mencit sebagai hewan uji karena memiliki struktur dan sistem organ yang hampir mirip dengan struktur organ yang ada di dalam tubuhmanusia.Mencit memiliki karakteristik mudah ditangani dan bersifat penakut,fotofobik, cenderung berkumpul dengan sesamanya, bersembunyi dan lebihaktif beraktivitas pada malam hari. Sehari sebelum praktikum dilakukan, mencit harus dipuasakan terlebih dahulu agar sistem/saluran pencernaannya kosong sehingga tidak akan mempengaruhi absorpsi obat.
Pertama-tama mencit diberi perlakuan dengan cara dielus-elus bagian kepala sampai bagian belakang tubuhnya. Hal ini bertujuan agar mencit tidak stres sehingga mencit tenang dan mudah di pegang. Untuk memegang mencit yang akan digunakan diperlukan cara-cara yang khusus sehingga mempermudah cara perlakuannya. Secara alamiah mencit cenderung menggigit bila mendapat sedikit perlakuan kasar. Mencit diambil dengan  memegang ekornya kemudian mencit diletakkan di bagian atas kandang dengan ekornya yang masih dipegang. Kulit bagian belakang kepala mencit dicubit dengan menggunakan tangan kanan dan jepit ekornya diantara jari kelingking dan jari manis, seperti pada gambar berikut ini.
            Selanjutnya mencit diberi perlakuan yakni dilakukan pemberian obat melalui per oral, intra muskular, subkutan, dan intra peritonial.

·         Pemberian obat rute per oral
            Dilakukan dengan alat suntik yang dilengkapi jarum sonde.Jarum sonde tersebut dimasukkan ke dalam mulut, kemudian perlahan-lahan diluncurkan melalui langit-langit ke arah belakang sampai esophagus kemudian masuk ke dalam lambung. Perlu diperhatikan dalam cara pemberiannya. Jika keliru, cairan dapat keluar dari hidung atau masuk ke dalam saluran pernafasan/paru-paru sehingga dapat menyebabkan gangguan pernafasan dan kematian.
Keuntungan pemberian obat dengan cara oral yaitu mudah, ekonomis, tidak perlu steril. Sedangkan kerugiannya rasanya yang tidak enak dapat mengurangi kepatuhan (mual), kemungkinan dapat mengiritasi lambung dan usus, menginduksi mual, dan pasien harus dalam keadaaan sadar.Selain itu obat dapat mengalami metabolisme lintas pertama dan absorpsi dapat terganggu dengan adanya makanan.
            Dari percobaan ini rute pemberian  obat melalui per oral dapat dikatakan berhasil karena cairan tidak keluar dari mulut mencit dan setelah mencit diinjeksikan mencit masih dalam keadan hidup. Cairan yang digunakan sebanyak 0,5 ml larutan NaCl fisiologis 0,9%.
Onset (mula kerja obat) dihitung saat pada menit dimana mencit mulai diam, tertidur atau tidak menunjukan respon/aktivitas.Sedangkan durasi (lama obat bekerja di dalam tubuh) dihitung saat mencit mulai sadar/terbangun dari tidur. Tetapi dalam percobaan ini tidak dilakukan pengujian hasil dari onset dan durasi obatnya dikarenakan pada percobaan ini hanya sebagai pengenalan cara pemberian obat saja.
            Durasi adalah waktu yang diperlukan obat mulai dari obat berefek sampai efek hilang.Durasi yang terpendek adalah per oral, intraperitonial, intra muscular, dan subcutan. Durasi sipengaruhi oleh kadar obat dalam darah dalam waktu tertentu. Pada peroral didapatkan durasi terpendek, disebabkan karena per oral melewati banyak fase seperti perombakan dihati menjadi aktif dan tidak aktif. Semakin banyak fase yang dilalui maka kadar obat akan turun sehingga obat yang berikatan dengan reseptor akan turun dan durasinya pendek. Sedangkan pada pemberian secara intraperitonial obat dengan kadar tinggi akan berikatan dengan reseptor sehingga akan langsung berefek tetapi efek yang dihasilkan durasinya cepat karena setelah itu tidak ada obat yang berikatan lagi dengan reseptor. Pada sub cutan memiliki durasi yang lama, hal ini disebabkan karena obat akan tertimbun di depot lemak/ jaringan di bawah kulit sehingga secara perlahan- lahan baru akan dilepaskan sehingga durasinya lama.
·         Pemberian obat rute Sub Cutan
Rute pemberian secara sub cutan adalah rute pemberian obat melalui bawah kulit. Jarum suntik yang digunakan pada rute pemberian ini adalah jarum suntik yang ujungnya runjing, hal ini dilakukanagar jarum suntik dapat menembus kulit mencit.Pada praktikum kali ini, mencit diinjeksi melalui kulit didaerah tengkuk.Posisi mencit pada saat pemberian injeksi adalah tetap mengarah ke bawah (tidak terbalik). Kemudian arah suntikan yang diberikan adalah dari depan lalu mencit diinjeksikan dengan cepat agar tidak terjadi pendarahan. Penyuntikan secara sub kutan ini dilakukan pada bagian tengkuk mencit karena pada bagian ini kulit mencit lebih tipis sehingga jarum suntik akan lebih mudah  masuk.
                 Pemberian obat melalui sub kutan  hanya boleh dilakukan untuk obat yang tidak iritatif terhadap jaringan. Absorpsi dari rute ini biasanya berjalan lambat dan konstan, sehingga efeknya bertahan lebih lama.Absorpsi menjadi lebih lambat jika diberikan dalam bentuk padat yang ditanamkan dibawah kulit atau dalam bentuk suspensi.Pemberian obat bersama dengan vasokonstriktor juga dapat memperlambat absorpsinya Adapun kelebihan dari pemberian rute ini adalah deiperlukan latihan yang lebih sederhana, absorbsi cepat obat larut air dan mencegah kerusakan sekitar saluran cerna. Namun disisi lain, rute ini juga memiliki kekurangan yaitu akan terasa sakit dan dapat menimbulkan kerusakan kulit, tidak dapat dipakau jika volume obat besar, bioavibilitas bervariasi sesuai lokasi dan efeknya lambat.
·         Intra  muskular
Intra muscular ( i.m ) adalah penyuntikan yang dilakukan ke dalam jaringan otot, misalnya penyuntikan antibiotika atau dimana tidak banyak terdapat pembuluh darah dan syaraf, misalnya pada otot pantat atau lengan (Anonim, 2008). Pada percobaan pada mencit ini penyuntikan dilakukan di pangkal paha bagian dalam karena di tempat tersebut terdapat banyak jaringan otot mencit dan tidak terdapat banyak pembuluh darah dan syaraf. Volume yang maksimal yang disuntikkan secara i.m pada mencit adalah 0,05 ml, karena mencitnya masih kecil volume yang disuntikkan setengah dari volume maksimal yaitu 0,025 ml. Sebelum dilakukan penyuntikan mencit dipegang dahulu dengan menjepit bagian tekuk menggunakan ibu jari dan jari telunjuk, dan ekornya dijepit diantara jari manis dan kelingking.Pemegangan mencit harus benar agar mencit tidak lepas atau lari saat disuntik. Kemudian untuk cara penyuntikan posisi hewan harus terlentang dan kaki agak ditarik keluar  agar paha bagian dalam terlihat.Posisi jarum sejajar dengan tubuh/abdomen.Lalu suntikkan pada otot paha bagian belakang.Penyuntikan tidak boleh terlalu dalam agar tidak terkena pembuluh darah.Pada percobaan penyuntikan secara intra muskular kelompok kami berhasil melakukannya karena pada mencit tidak mengalami luka atau mengeluarkan darah dari tempat penyuntikan, sedangkan kalau gagal ditandai dengan keluarnya darah dari paha mencit yang berarti penyuntikan tidak pas ke jaringan otot tetapi terkena ke pembuluh darah.
Pemberian obat secara intra muskular memiliki kekurangan dan kelebihan. Kelebihannya antara lainefeknya timbul lebih cepat dan teratur dibandingkan dengan pemberian per oral, dapat diberikan pada penderita yang tidak kooperatif, tidak sadar atau muntah-muntah, sangat berguna dalam keadaan darurat. Sedangkan kekurangannya yaitu sediaan parenteral mempunyai dosis yang harus ditentukan lebih teliti waktu dan cara pemberian harus diberikan oleh tenaga yang sudah terlatih, bila obat diberikan secara parenteral maka sulit dikembalikan efek fisiologisnya, terapi parenteral akan menimbulkan komplikasi dari beberapa penyakit seperti infeksi jamur, bakteri, sehingga interaksinya tidak bisa dikendalikan, kemajuan dalam manufaktur atau pabrikasi kemasan menimbulkan beberapa masalah dalam sterilisasi partikulasi, pirogenitasi, sterilisasi, dll (Ratna Ambarwati, 2009). Selain itu penyuntikan intra muskular apabila tidak hati-hati akan berbahaya yaitu terjadi kerusakan jaringan otot yang dalam dan ada resiko menginjeksi obat langsung ke pembuluh darah.
·         intra peritoneal

                 Pemberian obat dilakukan dengan cara menyuntikkan pada daerah abdomen sampai agak  menepi dari garis tengah dengan volume 0,5 ml. Mencit dipegang, memegang mencit dengan menjepit bagian tekuk menggunakan ibu jari dan jari telunjuk, dan ekornya dijepit diantara jari manis dan kelingking kemudian diposisikan telentang, pada penyuntikan posisi kepala lebih rendah dari abdomen. Posisi jarum suntik sepuluh derajat  dari abdomen berlawanan arah dengan kepala (arah jarum ke bagian perut). Jarum disuntikkan dari abdomen yaitu, pada daerah yang menepi dari garis tengah, agar jarum suntik tidak terkena kandung kemih dan tidak terlalu tinggi supaya tidak terkena penyuntikan pada hati. Intraperitoneal (IP) tidak dilakukan pada manusia karena bahaya (Anonim, 1995).
                 Pemberian obat dengan cara  intraperitoneal (injeksi yang dilakukan pada rongga perut) ini jarang digunakan karena rentan menyebabkan infeksi. Keuntungan adalah obat yang disuntikkan dalam rongga peritonium akan diabsorpsi cepat, sehingga reaksi obat akan cepat terlihat.
Injeksi intraperitoneal atau injeksi IP adalah injeksi suatu zat ke dalam peritoneum (rongga tubuh).  IP injeksi lebih sering digunakan untuk hewan dari pada manusia.Hal ini umumnya disukai ketika jumlah besar cairan pengganti darah diperlukan, atau ketika tekanan darah rendah atau masalah lain mencegah penggunaan pembuluh darah yang cocok untuk penyuntikan.Pada hewan, injeksi IP digunakan terutama dalam bidang kedokteran hewan dan pengujian hewan untuk pemberian obat sistemik dan cairan karena kemudahan administrasi parenteral dibandingkan dengan metode lainnya.  Pada manusia, metode ini banyak digunakan untuk mengelola obat kemoterapi untuk mengobati kanker, terutama kanker ovarium.Penggunaan khusus ini telah direkomendasikan, kontroversial, sebagai standar perawatan.
·         Perbandingan rute pemberian obat
Kelebihan dan kekurangan dari masing-masing rute pemberian dapat dilihat dalam tabel berikut ini.
Rute pemberian
Kelebihan
Kekurangan
Per oral
Mudah, ekonomis, tidak perlu steril
Rasanya yang tidak enak dapat mengurangi kepatuhan (mual), kemungkinan dapat mengiritasi lambung dan usus, menginduksi mual, dan pasien harus dalam keadaaan sadar. Selain itu obat dapat mengalami metabolisme lintas pertama dan absorpsi dapat terganggu dengan adanya makanan.
Subkutan
Obat dapat diberikan dalam kondisi sadar atau tidak sadar
Perlu prosedur steril, sakit, dapat terjadi iritasi lokal ditempat injeksi
Intra peritonial
Obat yang disuntikkan dalam rongga peritonium akan diabsorpsi cepat, sehingga reaksi obat akan cepat terlihat.
Resiko kesalahan penyuntikan menyebabkan kerusakan organ
Intra muskular
Absorpsi berlangsung dengan cepat, dapat diberikan pada pasien sadar atau tidak sadar
Perlu prosedur steril, sakit, dapat terjadi iritasi ditempat injeksi

VI.             KESIMPULAN
·         Rute pemberian per oral adalah dengan cara jarum sonde dimasukkan ke dalam mulut, kemudian perlahan-lahan diluncurkan melalui langit-langit ke arah belakang sampai esophagus kemudian masuk ke dalam lambung
·         Rute pemberian secara sub cutan adalah rute pemberian obat melalui bawah kulit
·         Intra muscular ( i.m ) adalah penyuntikan yang dilakukan ke dalam jaringan otot,
·         Intra peritoneal adalah pemberian obat dilakukan dengan cara menyuntikkan pada daerah abdomen sampai agak  menepi dari garis tengah dengan volume 0,5 ml.
·         rute pemberian yang cukup efektif adalah intra peritoneal (i.p.) karena memberikan hasil kedua paling cepat setelah intravena. Namun suntikan i.p. tidak dilakukan pada manusia karena bahaya injeksi dan adhesi terlalu besar.
·         Onset dari yang terpendek adalah intraperitonial, intra muscular, subcutan , dan per oral.

VI.             DAFTAR PUSTAKA
Anief, M., 1994. Farmasetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Anonim, 1995.Farmakope Indonesia edisi IV.Jakarta : Departemen Kesehatan RI
Anonim. 2008. Farmakologi Jilid I. Jakarta : Pusdiknakes
Anonim.2009.Kumpulan Kuliah Farmakologi. Jakarta: EGC
Anonim. 2011. Mencit. http://www.wikipedia. /ensiklopedia/mencit/html. Diakses pada               tanggal 13 April 2013
Ernst Mutschler, 1986.Dinamika Obat ; Farmakologi dan Toksikologi (terjemahan).    Bandung : ITB
Harison.2008.Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:EGC
Katzung, B.G., 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi VI. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Ratna Ambarwati, Eni. 2009. KDKP Kebidanan Teori dan Aplikasi. Jakarta : PT. Kawan                   Pustaka
Setiawati, A. dan F.D. Suyatna, 1995.Pengantar Farmakologi Dalam “Farmakologi dan Terapi”, Edisi IV, Editor: Sulistia G.G, Gaya Baru, Jakarta.
Singagerda, Linda Kirana, 2009. Hewan Uji Dalam Eksperimen Farmakologi. Bandung: ITB            press
Siswandono dan Soekardjo, B, 1995, Kimia Medisinal. Surabaya: Airlangga Press. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar